Berita seputar kecelakaan yang menimpa pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak Bogor memang sedang heboh-hebohnya, lebih heboh waktu ayu ting ting naik daun. Yang tak kalah heboh adalah beredarnya juga foto yang diklaim sebagai foto korban kecelakaan pesawat canggih tersebut. Foto-foto itu awalnya beredar melalui BlackBerry Messenger beberapa group chat, setelah itu piranti lain ikut-ikutan menyebarkan foto tersebut,terutama tentu saja media sosial seperti facebook,t witter dll maka tersebarlah foto itu dalam waktu singkat kesegenap lapisan masyarakat. Saya juga mendapatkan foto itu dari seorang teman yang mem-posting di jejaring sosial Facebook. Foto yang sama saya yakin banyak di antara kita yang juga telah mendapatkannya.
Dari situ ada pertanyaan menggelitik, apa sebenarnya alasan mereka mengunggah foto yang diklaim sebagai korban kecelakaan yang ternyata palsu tersebut ? bisa jadi banyak sekali alasan, menurut saya (yang bukan pelakunya lho) paling tidak ada tiga hal yang melatarbelakangi seseorang mengupload atau menyebarkan foto yang menghebohkan tersebut.
Alasan pertama, mereka adalah tipikal sebagian dari masyarakat kita yang menyukai kehebohan. Dimana saja ada kecelakaan, di tempat itu pasti ada kehebohan, dimana ada pembunuhan, di tempat itu pasti ada keramaian. Stereotip ini tercermin juga pada pola pemberitaan media massa kita yang cenderung lebay. Pembunuhan,kriminalitas dan kecelakaan,selalu mendapat porsi pemberitaan yang berlebih lebih di media cetak atau elektronik. Jualannya pun mengeksploitasi tema-tema tersebut,bahkan dengan membuat acara khusus kriminal segala. dari sisi itu maka kita semua akan mengerti itulah selera masyarakat terhadap sebuah berita. Maka mengunggah foto korban Sukhoi adalah bentuk keniscayaan dari stereotip masyarakat itu sendiri.
Alasan kedua menurut hemat saya adalah bahwa penyebar foto adalah “orang baru” dalam kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Anak kemarin sore yang baru tahu internet dan gaptek akan kecanggihan dan kemudahan alat komunikasi tidak selalu sejalan seiring dengan kematangan dan kedewasaan para penggunanya. Dengan gampangnya mereka meneruskan kembali berbagai aliran informasi yang diterima tanpa merasa perlu menyaring tingkat akurasi kebenarannya. Tidak peduli apakah informasi tersebut akurat atau hanya sekedar hoax alias gossip. “Orang-orang newbie” ini juga merasa perlu menunjukkan eksistensi dirinya di jagat informasi yang sangat riuh. Salah satu bentuk "ngeksist" di jagat informasi sekarang ini adalah dengan menyajikan informasi baik berupa gambar atau tulisan yang dianggap mempunyai daya tarik atau daya heboh yang luar biasa. Jadi keinginan untuk ngeksis ditambah kemalasan menyaring informasi menghasilkan kombinasi yang pas untuk terjadinya kehebohan ini.
Untuk alasan ketiga ini agak absurd, pengunggah foto korban ini jangan-jangan tidak mempunyai keluarga. Logikanya sederhana, kalau mereka memiliki keluarga pasti ada rasa empati. Kalau masih punya hati nurani maka akan timbu pertanyaan, “Bagaimana seandainya kecelakaan itu menimpa keluarga saya? Relakah foto-foto mengenaskan keluarga saya disebarkan ke orang lain?”, nurani tentu akan menghentikan jari jemari mereka menekan tombol share ketika mereka mendapatkan foto-foto tersebut. Semakin banyak orang yang tidak memiliki nurani,maka semakin cepatlah foto-foto tersebut akan tersebar.
Dari situ ada pertanyaan menggelitik, apa sebenarnya alasan mereka mengunggah foto yang diklaim sebagai korban kecelakaan yang ternyata palsu tersebut ? bisa jadi banyak sekali alasan, menurut saya (yang bukan pelakunya lho) paling tidak ada tiga hal yang melatarbelakangi seseorang mengupload atau menyebarkan foto yang menghebohkan tersebut.
Alasan pertama, mereka adalah tipikal sebagian dari masyarakat kita yang menyukai kehebohan. Dimana saja ada kecelakaan, di tempat itu pasti ada kehebohan, dimana ada pembunuhan, di tempat itu pasti ada keramaian. Stereotip ini tercermin juga pada pola pemberitaan media massa kita yang cenderung lebay. Pembunuhan,kriminalitas dan kecelakaan,selalu mendapat porsi pemberitaan yang berlebih lebih di media cetak atau elektronik. Jualannya pun mengeksploitasi tema-tema tersebut,bahkan dengan membuat acara khusus kriminal segala. dari sisi itu maka kita semua akan mengerti itulah selera masyarakat terhadap sebuah berita. Maka mengunggah foto korban Sukhoi adalah bentuk keniscayaan dari stereotip masyarakat itu sendiri.
Alasan kedua menurut hemat saya adalah bahwa penyebar foto adalah “orang baru” dalam kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Anak kemarin sore yang baru tahu internet dan gaptek akan kecanggihan dan kemudahan alat komunikasi tidak selalu sejalan seiring dengan kematangan dan kedewasaan para penggunanya. Dengan gampangnya mereka meneruskan kembali berbagai aliran informasi yang diterima tanpa merasa perlu menyaring tingkat akurasi kebenarannya. Tidak peduli apakah informasi tersebut akurat atau hanya sekedar hoax alias gossip. “Orang-orang newbie” ini juga merasa perlu menunjukkan eksistensi dirinya di jagat informasi yang sangat riuh. Salah satu bentuk "ngeksist" di jagat informasi sekarang ini adalah dengan menyajikan informasi baik berupa gambar atau tulisan yang dianggap mempunyai daya tarik atau daya heboh yang luar biasa. Jadi keinginan untuk ngeksis ditambah kemalasan menyaring informasi menghasilkan kombinasi yang pas untuk terjadinya kehebohan ini.
Untuk alasan ketiga ini agak absurd, pengunggah foto korban ini jangan-jangan tidak mempunyai keluarga. Logikanya sederhana, kalau mereka memiliki keluarga pasti ada rasa empati. Kalau masih punya hati nurani maka akan timbu pertanyaan, “Bagaimana seandainya kecelakaan itu menimpa keluarga saya? Relakah foto-foto mengenaskan keluarga saya disebarkan ke orang lain?”, nurani tentu akan menghentikan jari jemari mereka menekan tombol share ketika mereka mendapatkan foto-foto tersebut. Semakin banyak orang yang tidak memiliki nurani,maka semakin cepatlah foto-foto tersebut akan tersebar.
Berkaca dari kasus ini, kedepan semoga kita menjadi bagian dari masyarakat yang semakin dewasa dalam menyerap dan mengaplikasikan teknologi di kehidupan berbangsa dan bernegara. tidak mudah terpengaruh dengan berita yang tidak jelas asal usulnya sehingga akan membuat masyarakat yang cerdas di era informasi ini.
0 komentar:
Post a Comment