FPI |
FPI (Front Pembela Islam) adalah salah satu organisasi keagamaan yang bertujuan amar ma’ruf nahi munkar. FPI sangat tenar di republik ini. Amar ma’ruf dan nahyi munkar sendiri secara sederhana adalah mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sehingga sesungguhnya, berdasarkan pengertian itu seharusnya organisasi itu dalam jangka panjang akan turut membuat kehidupan di Indonesia lebih baik.
Dalam konstitusi Indonesiaan, siapapun memiliki hak untuk berserikat dan berorganisasi. Setiap organisasi akan dilindungi secara hukum oleh undang-undang. Jangankan hanya organisasi semacam FPI orang-orang yang mengaku tidak bertuhan saja mendapatkan perlindungan, terbukti di Indonesia masih banyak orang yang menganut kepercayaan yang tidak jelas siapa Tuhannya.FPI tidak bisa disamakan dengan Kony atau pembunuh bayaran yang jelas jelas penjahat.
Dalam konstitusi Indonesiaan, siapapun memiliki hak untuk berserikat dan berorganisasi. Setiap organisasi akan dilindungi secara hukum oleh undang-undang. Jangankan hanya organisasi semacam FPI orang-orang yang mengaku tidak bertuhan saja mendapatkan perlindungan, terbukti di Indonesia masih banyak orang yang menganut kepercayaan yang tidak jelas siapa Tuhannya.FPI tidak bisa disamakan dengan Kony atau pembunuh bayaran yang jelas jelas penjahat.
Sehingga, dengan demikian tentunya siapapun tidak memiliki hak untuk membuabrkan organisasi apapun kecuali penyelenggara pemerintahan sendiri atas dasar pelanggaran undang-undang.
Ketika masa mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berkuasa, memang sering terjadi perdebatan keras antara dan Habib Rizieq Sihab. Melalui media televisa dan media lainnya mereka sering berbeda pendapat dan beradu argumen. Sehingga mereka tidak ada yang kalah dan menang, karena memang mereka memegang prinsip yang berbeda.
FPI memang dikenal sebagai organisasi yang sering melakukan “penertiban ” kemaksiatan yang terjadi di beberapa daerah. Bahkan ketika menjelang Ramadhan, ketika club-club masih buka warga FPI lah yang bersemangat “menyelesaikan”.
Memang hingga saat ini belum ditemukan hasil penelitian pada persepsi masyarakat secara adil dan berimbang, tentang tindakan FPI ini.Masih ada pro dan kontra. Betulkah masyarakat setuju bila FPI dibekukan, atau mereka menolak. Apakah tindakan-tindakan FPI dikategorikan teroris atau bukan. Tetapi, fakta dilapangan dari pengamatan penulis, banyak anggota masyarakat yang mengagumi FPI. Mengagumi bukan berarti tindakan represifnya, namun karena keinginan masyarakat untuk hidup nyaman sering tidak dinomorsatukan oleh aparat, sehingga keberadaan FPI dianggap dapat mewakili kepentingan anggota masyarakat yang rindu akan kenyamanan hidup.
Namun demikian, kita semua tidak berarti mengiyakan kekerasan terjadi. Sejatinya memang tugas itu diemban oleh aparat, bukan oleh organisasi-oraganisasi kemasyarakatan sejenis. Kita juga sering melihat aksi anarkis itu dilakukan oleh individu, kelompok maupun organisasi resmi semacam FPI. Masih ada beberapa organisasi masyarakat yang sering melakukan penertiban, misalnya FBR,Forkabi, FPI dll.
Peran media selama ini sering tidak adil dalam memberitakan sesuatu. Media biasanya berpikir sesuai dengan kepentingannya sendiri dan stakeholdernya. Pemegang saham, nara sumber, wartawan sendiri sering terkesan tidak adil dalam pemberitaan, sehingga acapkali tidak berimbang dan cenderung liar. Jurnalis yang seharusnya menyampaikan informasi dan fakta, namun sering disisipi misi-misi perusahaan untuk kepentingan tententu. Tentu hal ini sudah kita ketahui bersama.
Pun berita-berita miring tentang FPI, jarang sekali media dan jurnalis memberikan porsi yang sama.Berbeda dengan pemberitaan soal BBM atau Indonesia Idol dengan emosional mereka menelanjangi tanpa etika profesi. Misal saja pemberitaan tentang teroris, mereka begitu semangat memberitakan dan sering berlebih serta kurang berimbang. Masih ingat misalnya, seorang yang dianggap teroris ditelikung dan ditodong dengan senjata laras panjang. Padahal belum dijadikan tersangka.
Pun kecurangan media terjadi ketika bahan berita menyangkut nama dan kepentingan bos media itu sendiri. Dalam hal ini terkesan berita tidak terangkat sama sekali.
Juga misalnya terkait dengan penolakan FPI di Bandara Tjilik Riwut di Palangkaraya (11/2/12) kemarin. “Berbeda dengan massa yang mengatasnamakan Dewan Adat Dayat (DAD) dan Majelis Adat Dayak Nusantara (MADN) yang menolak kedatangan rombongan Front Pembela Islam (FPI) di Kalimantan Tengah, Sabtu, (11/2), tokoh Dayak Seruyan mengakui jika mereka mendukung FPI.” Hal seperti ini yang tidak terendus, sehingga yang terangkat hanya stigma-stigma yang tidak berdasar.
Budiardi, tokoh masyarakat dari Partai Kebangkitan Bangsa, yang juga anggota DPRD, misalnya mengatakan, “Saya dari masyarakat Dayak Seruyan. Betul kata Habib (Rizieq) tidak semua masyarakat menolak FPI, kami akan tetap mendirikan FPI di Seruyan, Kobar, Kotim, Sampit, dan Kuala Kapuas, secepat-cepatnya. Masyarakat mendukung dan kami bahkan meminta,”. (13/2).
Kita sebagai bangsa yang besar harusnya bisa menghargai perbedaan-perbedaan yang ada, sepanjang pemerintah menjaminnya dengan aturan-aturan yang telah dibuatnya. Penulis tidak berpretensi untuk berpihak kepada siapapun, namun hanya ingin mengajak bersama mendudukkan masalah kita bersama.
Untuk para kuli tinta, media TV dan cetak serta siapa saja, bekerjalah secara profesional dengan melakukan pemberitaan yang berimbang. Sehingga media bukan berfungsi sebagai profokator namun lebih kepada pencerahan pada masyarakat.
0 komentar:
Post a Comment